Komisi Reformasi Polri Resmi Dibentuk, Publik Menanti "Taring" di Ujian Pertama
Indonesia Law Justice
BERITA
11/12/20252 min read
JAKARTA – Presiden akhirnya menjawab kegerahan publik dengan resmi membentuk Komisi Reformasi Polri Independen. Langkah historis ini diambil sebagai respons langsung atas serangkaian kasus besar yang menggerus kepercayaan publik secara drastis, mulai dari kasus Ferdy Sambo, insiden polisi melindas pengemudi ojol saat demonstrasi, Tragedi Kanjuruhan, hingga maraknya gaya hidup mewah oknum kepolisian.
Pembentukan komisi ini disambut dengan harapan yang berhati-hati oleh masyarakat sipil. Di satu sisi, ini adalah pengakuan dari Istana bahwa Polri sedang "tidak baik-baik saja". Di sisi lain, publik kini menyorot tajam: apakah komisi ini benar-benar memiliki "taring" untuk merombak total, atau hanya akan menjadi formalitas untuk meredam amarah sesaat?
Ujian Pertama: Melampaui Kompolnas
Tantangan pertama komisi ini adalah membuktikan bahwa mereka berbeda dan lebih berdaya daripada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Para pakar menjelaskan perbedaan fundamental keduanya:
Kompolnas: Berfungsi sebagai pengawas eksternal permanen yang memberikan pertimbangan kepada Presiden. Kewenangannya selama ini dinilai publik lebih bersifat rekomendasi dan administratif.
Komisi Reformasi (Baru): Bersifat ad-hoc (sementara) dengan mandat khusus yang lebih tajam dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Harapannya, rekomendasi komisi ini bersifat "mengikat" dan dieksekusi langsung.
"Publik menaruh harapan besar pada tokoh-tokoh independen yang mengisi komisi ini. Mereka bukan hanya harus mengawasi, tetapi harus berani membongkar dan memberikan rekomendasi perombakan total," ujar Budi Santoso, peneliti dari Institute for Security Studies (ISS).
Dua Musuh Besar: Struktur dan Kultur
Mandat komisi ini tidak main-main. Mereka ditugaskan untuk membedah dua akar masalah utama yang selama ini membelenggu Polri:
Masalah Struktural: Kewenangan Polri yang dianggap terlalu besar (dari lalu lintas, intelijen, hingga penyidikan) tanpa pengawas eksternal yang sepadan. Komisi ini diharapkan mengevaluasi apakah beberapa kewenangan perlu dipisah ke kementerian/lembaga lain.
Masalah Kultural: Budaya kekerasan, arogansi, impunitas (kebal hukum), dan "setoran" yang diduga masih mengakar kuat di sebagian oknum. Rentetan kasus besar yang disebut di awal tadi menjadi bukti nyata betapa rapuhnya kultur penghormatan hak asasi manusia di lapangan.
"Sapta Program" yang Ditunggu Publik
Meski baru dibentuk, komisi ini dibebani ekspektasi untuk segera bekerja pada area-area kritis yang menjadi sorotan publik. Mandat utama yang dinantikan adalah:
Reformasi Rekrutmen: Memastikan sistem rekrutmen bebas dari KKN dan "jalur titipan" untuk menghasilkan SDM berkualitas.
Audit Gaya Hidup: Membenahi sistem LHKPN internal dan menindak tegas oknum yang memamerkan kemewahan.
Perombakan Sistem Pengawasan: Memastikan Propam (Divisi Profesi dan Pengamanan) bertindak efektif tanpa pandang bulu, "tajam ke atas" sama seperti "tajam ke bawah".
Kini, bola ada di tangan Komisi Reformasi Polri. Publik akan mengawasi setiap langkah, apakah mereka mampu menjadi game changer yang memulihkan martabat Polri, atau nasibnya akan sama seperti komisi-komisi lain yang hilang ditelan waktu.
(John)


Kontak
Hubungi kami untuk dukungan hukum terpercaya
Telp:
Bergabunglah Bersama Kami
Afiliasi: Link Advokat Indonesia https://linkhukum.com
© 2025. Indonesia Law Justice All rights reserved.
Email:
